Dalam kehidupan bermasyarakat, tidak jarang terjadi perselisihan dan pertikaian antara sesama mereka. Terkadang perselisihan tersebut akan bertambah tajam jikalau tidak segera ditangani dan dicarikan solusi. Terlebih lagi adanya syaitan ‘sang musuh abadi’ yang tidak akan rela bila kaum muslimin hidup rukun, damai dan saling mencintai. Setiap waktu ia akan berusaha untuk menciptakan konflik dan menyulutnya diantara kaum muslimin.
Islam, telah mengajarkan segala kebaikan bagi para pemeluknya. Termasuk dalam hal ini adalah mengajarkan bagaimana cara menghilangkan sikap permusuhan dan sekaligus menciptakan rasa saling cinta. Salah satu caranya adalah dengan saling memberikan hadiah antara sesama mereka. Berikut ini ada sedikit pembahasan mengenai hadiah, semoga dapat bermanfaat.
Hukum Memberi Hadiah
Hukum memberi hadiah asalnya adalah boleh ketika tidak ada penghalang dalam syariat. Namun hukum asal tersebut dapat berubah menjadi sunnah ketika hadiah ini diberikan dalam rangka untuk mewujudkan perdamaian serta menciptakan rasa saling sayang dan cinta antara sesama muslim. Hadiah juga dianjurkan apabila diberikan dengan tujuan untuk membalas hadiah. Berubah pula hukum boleh tersebut menjadi haram apabila hadiah itu dari sesuatu yang haram atau dengan tujuan yang haram. Perintah untuk saling memberikan hadiah telah disebutkan dalam sunnah Rasulullah , di antaranya adalah sabda beliau dari sahabat Abu Hurairah :
“Salinglah memberi hadiah antara kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.“ [H.R. Al-Bukhari dalam Adabul Mufrad, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani ].
Hukum Menerima Hadiah
Menerima hadiah menurut pendapat yang kuat adalah wajib, dengan catatan hadiah tersebut adalah hadiah yang mubah dan tidak ada penghalang dalam pandangan syariat yang bisa dijadikan alasan untuk menolak hadiah.
Kewajiban untuk menerima hadiah tersebut telah diperintahkan, bahkan dilakukan sendiri oleh Rasulullah . Dari Abdullah bin Mas’ud , bahwa Rasulullah bersabda yang artinya, “Penuhilah undangan, janganlah kalian menolak hadiah dan janganlah pula kalian memukul kaum muslimin.” [HR Al-Bukhari dalam Adabul Mufrad dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani ].
Juga disebutkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda yang artinya,“Barangsiapa yang Allah berikan kepadanya sesuatu dari harta ini (hadiah) dengan tanpa meminta-minta maka hendaknya ia menerimanya, karena itu adalah rezeki yang Allah berikan kepadanya.” [H.R. Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih At Targhib].
Bila Boleh Menolak Hadiah?
Kewajiban untuk menerima hadiah bukan berarti mutlak harus dilakukan, namun dibolehkan untuk tidak menerimanya apabila ia memiliki alasan yang sesuai dengan syariat. Rasulullah pun pernah pula menolak hadiah dengan alasan tertentu. Di antara alasan bolehnya menolak hadiah:
- Karena adanya larangan untuk menerimanya dengan sebab syariat.
- Kerana uzur (alasan tertentu).
Dalam hadits ini Rasulullah menolak untuk memakan adhab. Adhab adalah makanan yang biasa dimakan oleh kaum Anshar namun tidak biasa dimakan oleh penduduk Mekah, sehingga beliau merasa risih untuk memakannya walaupun tidak diharamkan.
- Menolaknya kerana khawatir mudharat yang akan menimpanya.
Penolakan beliau atas hadiah selain dari orang-orang yang tersebut ini disebabkan karena sebelumnya ada seorang Arab Badwi yang memberikan hadiah kepada Nabi . Merupakan kebiasaan mereka adalah memberikan hadiah dalam rangka untuk mendapatkan balasan yang lebih baik. Maka Rasulullah memberikan hadiah kepada orang ini dengan sesuatu yang dimampui Nabi . Namun orang ini marah dan tidak terima, sampai akhirnya Nabi memberi dengan kadar yang diinginkan orang tersebut. Maka, di sini dapat diambil pelajaran bahwa kita boleh menolak hadiah atau pemberian jika hal tersebut akan memberikan kemudharatan kepada kita atau akan menjadikan rendah orang yang menerima hadiah tersebut.
Demikian sekilas mengenai hadiah dan hukum-hukumnya, semoga kita dapat memetik manfaat darinya. Wallahu a’lam. [hammam].
Maraji’: Ahkamul Hadiah fil Islam karya ………..>>>>>>>>>>>>>>>>>
Syarah Shahih Adabul Mufrad karya Husain bin ‘Audah Al ‘Awaisyiah .